Bai Fang Li bukanlah orang kaya raya, ia hanyalah seorang tukang becak asal Tianjin, China. Meski demikian, kesempatannya untuk menolong orang lain tidaklah surut.
Cerita kebaikan Fang Li sudah tersohor sejak tahun 1987. Ketika itu, ia adalah seorang pensiunan yang pulang ke kampung halamannya. Di sana, ia melihat begitu banyak anak-anak miskin yang tidak sekolah dan malah bekerja di ladang.
Fang Li menyumbangkan uang sebesar 5.000 yuan atau sekitar Rp 10 juta untuk sekolahan di kampung halamannya.
"Dia bertanya kenapa banyak anak-anak tidak sekolah. Lalu saya katakan bahwa mereka terlalu miskin untuk membayar uang sekolah. Ayah lalu khawatir dan menyumbangkan 5.000 yuan untuk sekolah di kampung halaman kami," kata anak Fang Li, Bai Jin Feng seperti dikutip merdeka.comdari china.org, Jumat (16/4).
Merasa tidak cukup untuk membantu anak-anak miskin itu, Fang Li memutuskan menjadi tukang becak di usianya yang sudah 74 tahun. Bahkan, ia mengacuhkan nasehat anaknya untuk berhenti jadi penarik becak karena kondisi pendengarannya yang sudah mulai berkurang.
"Dia selalu berangkat subuh dan pulang saat sudah gelap lagi. Dia mengumpulkan 20 sampai 30 yuan per hari. Saat pulang ke rumah dia simpan uang itu baik-baik," kata anak Fang Li.
Kemudian, mereka memutuskan pindah ke rumah dengan satu ruangan di pinggiran rel kereta api untuk memperbesar usahanya. Karena bersebelahan dengan tempat ia mangkal, Fang Li semakin serius menekuni pekerjaannya sebagai tukang becak. Bahkan, ia melayani penumpang selama 24 jam.
Dia tidak mempedulikan keadaannya, makan seadanya, dan memakai baju bekas yang ia temukan selama ia masih bisa mendayuh becak.
"Dia tidak pernah lupa untuk memberi uang ke sekolah bahkan mengomeli kami agar benar-benar menyampaikan uangnya ke sekolah. Setiap dia memberikan uang itu dia merasa senang dan dia katakan kalau dia menuntaskan misinya," kata Xu Xiu Xiang, pekerja di yayasan pendukung pendidikan.
Suatu hari, di umurnya yang hampir 90 tahun, Fang Li datang ke sekolah Tianjin Yao Hua untuk menyerahkan sekotak uang terakhir yang bisa ia kumpulkan.
"Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan," katanya dengan perasaan sedih.
"Saya harap anak-anak bisa terus sekolah yang rajin dan bisa dapatkan pekerjaan lalu berkontribusi kepada negara kita," demikian pesan Fang Li.
Pada tahun 2005, Fang Li benar-benar meninggalkan 300 anak asuh yang ia biayai selama dua dekade. Dia didiagnosa menderita kanker paru-paru, sampai akhir hidupnya Fang Li sudah menyumbangkan 30 ribu yuan atau sekitar Rp 500 juta.
Untuk menghargai jasa Fang Li, warga sekitar Tian Jin membangun sebuah monumen Bai. Bagi penduduk setempat, ia adalah pahlawan yang tak tergantikan.
0 Comments
EmoticonEmoticon